Philosopy Seorang Sahabat
Posted by Unknown on 10:00 PM with 2 comments
Merah Senja Diwaktu Fajar Menyingsing
-Sahabat apakah engkau sama seperti matahari ?.
Tujuh
belas empat puluh sembilan, tersandar di besi panjang mengarah ke timur, besi
setinggi satu meter, pembatas agar tidak jatuh kebawah sana ! Tepat diatas rel
kereta api diselingi dengan pemandangan
ruas jalan kecil dengan hiasan pepohonan yang mungkin masih alami. Yaa
menikmati indahnya ciptaan tuhan dari atas jembatan ditemani seorang sahabat
mungkin menjadi moment yang tidak akan terhapuskan. Celoteh pun terlahir dari
mulut tio, sahabat Abi.
‘Bi, misalnya nanti dirimu dapat opsi
untuk memilih cara mati, kamu akan memilih cara mati yang bagaimana, teruss..”
belum selesai Tio bertanya, Abi sudah menjawab dengan iringan seribu pendukung
indigo dibelakangnya.
“Oh, Tentu saja
aku ingin nafasku berhenti dipangkuan julietku yang tersenyum damai melihat
kepergianku dan tentu saja itu terjadi di Tanah Suci tepat sesaat aku
dinyatakan sebagai haji yang mabrur, Insya Allah” jelas Abi dengan perasaan
damai karena lantunan kata-katanya sangat sinkronis dengan pendukung indigonya.
“Amiin, Adakah pesan terakhir untukku?”
“Pesan, dirimu butuh pesan?” Ledek Abi.
“Ya’ ampun, Iyalah agar aku ingat kamu
Bry”
“hahaha, Emang harus sekarang aku
ungkapin?”
“Enggak! Entar kalau Loe udah END baru
ungkapin, Ya iyalah Sekarang Bry, Mau kapan lagi?”
“ Apa yaa? Maybe aku hanya ingin dirimu
itu selalu mengingat moment ini’
“Moment ini, apaan?”
“Yaa moment ini, saat dirimu menanyakan
pertanyaan tadi, aku jadi tersadar bahwa nantinya kita harus terpisah”
“Oh gitu, yaa siap atau tidak tinggal
menunggu waktu, Coba deh kau deskripsikan latar kita sekarang!”
“Merah, senja, terasa panas dari arah
barat”
“Tepat sekali, well coba kita balik
kebelakang!”
Disana
cukup nyata dan jelas membenarkan fakta bahwa saat itu terjadi pada waktu
senja, Tujuh belas empat puluh sembilan memang suddah memasuki waktu senja,
cahaya matahari terasa seperti mulai takut menyinari bumi, sehingga di harus
pergi warna merahnya pada senja itu.
“Apa maksudnya?”
“Bi, merah senja cahaya matahari
sekarang ini selaras dengan warna matahari diwaktu fajar menyingsing”
“Oh, merah senja diwaktu fajar
menyingsing Toh”
“Dan itu cukup jelas menandakan bahwa
matahari itu akan kembali esok hari disaat fajar setelah semuanya siap
ditemaninya lagi”
“Terus?”
“Itu hanya philosophy Bi!”
“Artinya?”
“Dirimu kan menyadari bahwa nantinya
kita akan berpisah, nah anggap saja aku matahari dan aku pun akan menganggap
kamu matahari”
“hahaha, bingung tapi indah nan dalam”
“Ya, bagi aku sahabat itu seperti
matahari, walaupun dia harus menghilang nyatanya dia itu tetap ada! Buktinya
dia mengirim bulan untuk para sahabatnya, dan kemudian di esok harinya dia
datang membawa sejuta semangat dan harapan baru untuk sahabatnya Bumi”
“Wah, terharu aku mendengarnya Bry”
“So! Kau jangan takut bila aku pergi,
dan aku pun tak mungkin takut untuk kehilanganmu karena sahabat itu seperti
matahari”
“Well, merah senja diwaktu fajar
menyingsing”
#Notes for u guys J
---Tiada moment terindah selain moment bersama sahabat,
melalui sahabat kutemukan kesalahanku, kucari kebenaran lewat lukisan sejarah
dan harapan bersama sahabat. Satu keyakinanku akan sahabat, “Dia memiliki apa
yang aku butuhkan untuk bisa bangkit dan berlari mengejar Asa dan Citaku”--
Categories: Cerpen
2 Comment:
aku akan menntikan tuangan tulisanmu yang di buat dengan jari2manismu yang menekan tombol kemajuan zaman,, :)
terima kasih..
Jangan lupa untuk berkunjung lagii :)
Post a Comment