Makalah Tentang Irigasi

Posted by Unknown on 6:39 AM with 5 comments
MEKANISASI PERTANIAN
“IRIGASI DI INDONESIA”

OLEH             :

Sardianto             (05121007125)

AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA
2013
I.                   PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Sejak Indonesia tidak mampu lagi mencapai swasembada pangan, berbagai perubahan kebijakan terus dilakukan pemerintah dalam pengelolaan irigasi. Alasan utama yang muncul perubahan kebijakan tersebut adalah keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah. Namun jika dikaji lebih dalam, perubahan tersebut juga tidak terlepas perubahan model kebijakan irigasi pada tingkatan internasional. Dominasi pemerintah dalam pembangunan irigasi pada masa revolusi hijau dipandang sebagai penyebab utama kegagalan pembangunan irigasi termasuk di Indonesia. Salah satu dari kegagalan tersebut adalah ekspansi besar-besaran daerah irigasi tidak diimbangi dengan ketersediaan dana untuk melakukan operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi. Dengan demikian pemindahan tanggung jawab operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi dari pemerintah kepada petani (P3A) dipandang sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan sektor irigasi. Konsep inilah yang sebenarnya  diadopsi oleh pemerintah Indonesia di sektor irigasi atau yang lebih dikenal sebagai Irrigation Management Transfer  (IMT), yang menempatkan P3A sebagai aktor utama dalam operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi.
Salah satu prasyarat yang dibutuhkan untuk menjalankan IMT ini adalah hak guna air (water use rights). Bank Dunia sendiri mendefinisikan hak-hak irigasi dalam tiga kategori yaitu management kontrol, fasilitas fisik dan air. Khusus hak atas air  (water rights) irigasi adalah seberapa banyak air yang dapat diberikan kepada petani untuk menjamin kecukupan air bagi lahan petani anggota P3A lainnya. Pada intinya IMT mendorong adanya transfer  otoritas pengambilan keputusan dalam pengelolaan irigasi kepada P3A.
Beberapa studi terhadap IMT menunjukkan dampak yang positif baik terhadap petani maupun keberlajutan system irigasi.  Hal ini meliputi perbaikan distribusi  air yang adil kepada petani dan meningkatnya partisipasi petani dalam proses pengambilan keputusan. Namun studi lain juga menunjukkan bahwa IMT berdampak negatif, antara lain rendahnya skala ekonomi P3A untuk menyediakan layanan  sesuai dengan sistem yang ada, petani juga diminta untuk membayar jasa air lebih mahal  tanpa adanya perbaikan dan efisiensi layanan. Dan yang terpenting sebenarnya adalah bahwa  IMT memperkenalkan P3A sebagai sebagai langkah awal untuk merubah sistem pertanian subsisten menjadi tanaman yang bersifat komersial. Dengan tanaman komersial dan ketersediaan pasar petani kecil akan mampu membayar iuran kepada  P3A untuk operasional dan pemeliharaan serta perbaikan jaringan irigasi. Dan pada akhirnya pemerintah  dapat menghilangkan subsidi maupun pengeluaran yang terkait dengan pembangunan irigasi.
Hal lain yang juga perlu dicermati adalah ketidakjelasan  status jaringan irigasi di Indonesia. Jika jaringan irigasi dipandang sebagai barang publik (public goods), seharusnya petani tidak dibebankan untuk membayar biaya jasa layanan air irigasi. Tetapi jika jaringan irigasi dipandang sebagai common property goods , maka petani harus membayar jasa layanan air tersebut. Persoalannya dengan kebijakan irigasi sekarang adalah ada dua penyedia layanan jaringan irigasi yaitu pemerintah dan P3A dan keduanya berhak untuk menarik jasa layanan air tersebut kepada petani, yang tentu saja membawa implikasi pada semakin beratnya beban petani.
Dari uraian diatas hal menjadi topik adalah perlunya pengaturan air untuk tanaman agar dapat maksimal dan efifien dalam pemanfaatannya, dan salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan membangun irigasi. Namun apakah arti irigasi tersebut sebenarnya? serta apakah manfaat dari irigasi tersebut apabila ditinjau secara langsung maupun tidak langsung? untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita akan mempelajarinya satu - persatu.

B.            Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah system irigasi di Indonesia ?
2.      Apa yang terjadi dengan system irigasi di Indonesia sekarang ini  ?

C.           Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana system irigasi di Indonesia dan apa yang terjadi dengan system tata air di Indonesia sekarang ini.




II.                TINJAUAN PUSTAKA
A.          Sejarah dan Konteks Reformasi Irigasi di Indonesia.
Pada tahun 1999, perubahan besar terjadi di sektor sumberdaya air di Indonesia, dengan  munculnya kebijakan untuk melakukan reformasi sektor sumberdaya air di Indonesia yang didukung oleh Bank Dunia melalui WATSAL. Seperti sudah diungkapkan di atas, ada dua aspek terkait  yaitu manajemen sumberdaya air dan manajemen layanan. Kedua aspek tersebut menjadi bagian dari reformasi sumberdaya air di Indonesia. Salah satu bagian dari dua aspek tersebut adalah reformasi di sektor irigasi.
Jika dilihat lebih dalam, reformasi sektor irigasi sudah dilakukan sudah dilakukan sejak tahun 1987. Dengan alasan keterbatasan dana, pemerintah pada tahun 1987 melakukan reformasi kebijakan di sektor irigasi yang dikenal dengan Irrigation Operation and Maintenance Policy (IOMP). Kebijakan tersebut merupakan hasil dari dialog kebijakan (policy dialogue) antara pemerintah Indonesia dan Bank Dunia serta ADB yang tidak lain adalah prakondisi untuk memperoleh dana pinjaman baru di sektor irigasi. Reformasi kebijakan sektor irigasi yang dibiayai oleh Bank Dunia melalui The First Irrigation Subsector Project (ISS I), ISSP II, dan Java Irrigation and Water Resources Management Project (JIWMP), pada intinya memperkenalkan kebijakan baru di sektor irigasi yaitu turnover management, irrigation service fee  dan efficient operational dan pemeliharaan . Sebagai bagian dari reformasi pengelolaan irigasi, petani dalam hal ini P3A diharapkan dapat berperan aktif  untuk ikut dalam pengelolaan irigasi. P3A merupakan sebuah organisasi pengelola irigasi yang dibentuk oleh pemerintah (top-down approach) sebagai penggganti organisasi pengelola irigasi tradisional seperti Ulu-Ulu, Raksa  Bumi, Tudung Sipulung dan sebagainya.
Dalam perjalanannya IOMP dianggap gagal, salah satu persoalannya adalah masalah kelemahan manajemen, yang disebabkan fokus pembangunan irigasi lebih berorientasi pada hal-hal yang bersifat teknis dan fisik bangunan irigasi, sedangkan faktor-faktor sosial dan institusional yang bersifat spesifik lokal luput dari perhatian. Kondisi tersebut membawa implikasi pada marginalisasi kemampuan petani dalam mengelola irigasi dan menjadikan P3A sebagai perpanjangan tangan birokrasi pada waktu itu.
Pada tahun 1999 Presiden mengeluarkan Inpres No.9 tahun 1999 tentang Pembaruan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) yang berisi isntruksi kepada Menteri Pekerjaan Umum untuk (1) melakukan koordinasi mempersiapkan kerangka peraturan dan perundangan dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk memperbaharui kebijakan pengelolaan irigasi, (2) Pembaruan Kebijakan Pengelolaan Irigasi yang dimaksud  meliputi (a) pengaturan kembali fungsi dan tugas lembaga pengelola irigasi, (b) pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air (P3A), (c) Penyerahan Pengelolaan Irigasi kepada P3A, (d) Pengaturan Pembiayaan Pengelolaan Irigasi, (e) Keberlanjutan Pengelolaan Sistem Irigasi.
Berdasarkan komponen-komponen tersebut kemudian pemerintah menerbitkan PP No.77 tahun 2001 tentang Irigasi. Terbitnya PP tentang irigasi ini kemudian menjadi polemik ketika pada tahun 2003 pemerintah (Departemen Kimpraswil) mengumumkan “moratorium” pemberlakuan PP ini, dengan alasan pada waktu itu masih ada pembahasan soal RUU Sumberdaya Air, pemindahan kewenangan pengelolaan irigasi akan membebani petani terutama petani miskin . Hal ini menimbulkan “kekecewaan” bagi kelompok pendukung PKPI , dengan alasan bahwa pengumuman “moratorium” tersebut tidak dilakukan secara tertulis akan tetapi hanya perintah lisan yang disampaikan dalam rapat kerja Kimpraswil atau rapat-rapat internal lainnya dan tidak pernah dalam bentuk bahan tertulis dan menunjukkan bahwa pemerintah ragu-ragu dalam upaya memberdayakan petani.  Dan dengan berlakunya UU No.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, kebijakan irigasi di Indonesia kembali seperti semula, dimana tanggung jawab pengelolaan dan pemeliharaan jaringan irigasi  primer dan sekunder berada di tangan pemerintah, sedangkan jaringan tersier menjadi tanggung jawab petani.

B.        Irigasi
Irigasi adalah semua atau segala kegiatan yang mempunyai hubungan dengan usaha untuk mendapatkan air guna keperluan pertanian. Usaha yang dilakukan tersebut dapat meliputi : perencanaan, pembuatan, pengelolaan, serta pemeliharaan sarana untuk mengambil air dari sumber air dan membagi air tersebut secara teratur dan apabila terjadi kelebihan air dengan membuangnya melalui saluran drainasi. 
Secara garis besar, tujuan irigasi dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu : Tujuan Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan untuk membasahi tanah berkaitan dengan kapasitas kandungan air dan udara dalam tanah sehingga dapat dicapai suatu kondisi yang sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman yang ada di tanah tersebut. Tujuan Tidak Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan yang meliputi : mengatur suhu dari tanah, mencuci tanah yang mengandung racun, mengangkut bahan pupuk dengan melalui aliran air yang ada, menaikkan muka air tanah, meningkatkan elevasi suatu daerah dengan cara mengalirkan air dan mengendapkan lumpur yang terbawa air, dan lain sebagainya.
Irigasi didefinisikan sebagai suatu cara pemberian air, baik secara alamiah ataupun buatan kepada tanah dengan tujuan untuk memberi kelembapan yang berguna bagi pertumbuhan tanaman. Secara alamiah air disuplai kepada tanaman melalui air hujan. Seara alamiah lainnya, adalah melalui genangan air akibat banjir dari sungai, yang akan menggenangi suatu daerah selama musim hujan, sehingga tanah yang ada dapat siap ditanami pada musim kemarau.secara buatan : Ketika penggunaan air ini mengikutkan pekerjaan rekayasa teknik dalam skala yang cukup besar, maka hal tersebut disebut irigasi buatan ( Artificial Irrigation ). Irigasi buatan secara umum dapat dibagi dalam 2 ( dua ) bagian : Irigasi Pompa ( Lift Irrigation ), dimana air diangkat dari sumber air yang rendah ke tempat yang lebih tinggi, baik secara mekanis maupun manual.
Irigasi Aliran ( Flow Irrigation ), dimana air dialirkan ke lahan pertanian secara gravitasi dari sumber pengambilan air.
Sesuai dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada suatu daerah adalah upaya rekayasa teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air dalam menunjang proses produksi pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan serta mendistribusikan secara teknis dan sistematis.
Adapun manfaat dari suatu sistem irigasi, adalah :
1.      Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada daerah yang curah hujannya kurang atau tidak menentu.
2.      Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diairi sepanjang waktu pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun musim penghujan.
3.      Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur & zat – zat hara penyubur tanaman pada daerah pertanian tersebut, sehingga tanah menjadi subur.
4.      Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan pengendapan lumpur yang dikandung oleh air irigasi.


III.             PEMBAHASAN
Keseimbangan air di alam semakin hari semakin bergeser. Hal ini disebabkan karena sumber air tawar yang tersedia di alam jumlahnya terbatas. Padahal kebutuhan air cenderung meningkat sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia. Untuk menjaga keseimbangan air maka perlu kebijaksanaan dalam pemanfaatan sumber daya air.
Salah satu jenis pemanfaatan sumber air adalah untuk irigasi. Mengingat Indonesia adalah Negara agraris dengan tanaman dan makanan utama penduduknya adalah beras, maka peran irigasi sebagai penghasil utama beras menduduki posisi penting. Irigasi memerlukan investasi yang besar untuk pembangunan sarana dan prasarana, pengoperasian dan pemeliharaan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan yang baik, benar, dan tepat sehingga pemakaian air untuk irigasi dapat seoptimal mungkin.
Jumlah air yang diperlukan untuk irigasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor alam, juga tergantung pada macam tanaman serta masa pertumbuhannya. Untuk itu diperlukan sistem pengaturan yang baik agar kebutuhan air bagi tanaman sapat terpenuhi dan efisien dalam pemanfaatan air.
Mengingat air yang tersedia di alam sering tidak sesuai dengan kebutuhan baik lokasi maupun waktunya, maka diperlukan saluran (saluran irigasi dan saluran drainasi) dan bangunan pelengkap (misal : bendungan, bendung, pompa air, siphon, gorong-gorong / culvert, talang air dan sebagainya) untuk membawa air dari sumbernya ke lokasi yang akan dialiri dan sekaligus untuk mengatur besar kecilnya air yang diambil maupun yang diperlukan.
Irigasi di Indonesia ini mulai dikembangkan semenjak indonesia tidak mampu lagi mencapai swasembada beras. Awalnya irigasi itu sendiri diangap penting oleh pemerintah umumnya dan petani sendiri khususnya. Semuanya hanya berpikiran bahwa Indonesia ini adalah Negara yang kaya, makmur, subur serta segalanya mudah sehingga pemikiran untuk jangka panjag tentang ketersediaan pangan pun tak lagi dihiraukan. Pikiran awal petani Indonesia dulu hanyalah keberhasilan panen, dan pemerintah hanya bangga karena saat itu mampu mencapai swasembada beras tanpa harus repot mengupayakan ketersediaan air dilahan.
Memasuki keadaan seperti sekarang ini, petani mulai mengeluh tentang minimnya ketersediaan air di lahan sawahnya khususnya petani-petani daerah jawa. Atas keluhan tersebut berimbas pada kurangnya minat petani untuk menanam padi lagi. Masalah besar pun jelas terjadi, ketersediaan beras sebagai makanan utama bangsa Indonesia ini pun jadi mulai dikhawatirkan tidak tersedia. Mencapai swasembada beras pun kini dirasa hanyalah mimpi, keberhasilan era orde baru dianggap hanyalah masa lalu yang tak mungkin terulang lagi.
Jenis-jenis irigasi di Indonesia adalah :
1.      Irigasi permukaan : Mengambil air dari sumber-sumber yang ada, lalu membuat bangunan penangkapnya, kemudian mengalirkannya melalui saluran primer dan sekunder ke petak-petak sawah.
2.      Irigasi tambak : Mengatur tata air dari sumber irigasi yang sudah ada melalui system drainase (menahan dan mengairi padi)
3.      Irigasi air tanah : Mengambil air tanah kemudian memompa dan mendistribusikannya ke petak-petak sawah.
4.      Irigasi pompa : Diutamakan untuk areal persawahan di dataran tinggi.
          Berikut ini fungsi irigasi :
1. Memasok kebutuhan air pada tanaman.
2. Menjamin ketersediaan air di musim kemarau.
3. Menurunkan suhu tanah.
4. Mengurangi kerusakan tanah.
Pemerintah sekarang ini mulai menumbuhkan minat petani untuk kemali berlomba-lomba menanam padi lagi. Salah satu usaha pemerintah saat ini adalah dengan program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Irigasi Kecil (P4-ISDA-IK). Maksud dan Tujuan dari P4-ISDA-IK adalah menumbuhkan partisipasi masyarakat tani dalam kegiatan rehabilitasi irigasi kecil sesuai dengan kebutuhan dan berdasarkan prinsip kemandirian agar terlaksananya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat tani dalam kegiatan rehabilitasi irigasi kecil dan rehabilitasi terhadap kondisi dan fungsi prasarana irigasi kecil. Program ini merupakan salah satu bentuk harapan pemerintah kepada petani agar mau menjalankan misi Negara dengan mau bersama-sama membangun dan memperbaiki system penyediaan air untuk lahan sawah mereka.
Dalam program ini sifatnya adalah “dari petani, untuk petani dan oleh petani” yang berarti bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada petani untuk berusaha membangun dan mengusahakan agar air bias sampai dan tersedia di lahan mereka. Hal ini mulai diwujudkan pemerintah karena kesadaran akan pentingnya ketersediaan air itu sangat penting dan memang harus diutamakan. Tiga sasaran dari program ini adalah ;
1. Penyediaan air baku.
2. Pengamanan pantai.
3. Perbaikan irigasi kecil.
Inti dari program ini adalah pemerintah memberikan bantuan berupa dana dan pengawasan langsung  kepada desa untuk membangun dan mengerjakan sendiri proyek pembangunan dan perbaikan irigasinya agar air bisa tersedia dengan baik di lahan. pembangunan infrastruktur pertanian yang dilakukan oleh pemerintah biasanya diserahkan kepada pihak ketiga. Namun, dalam P4 ISDA IK, para petanilah yang diberi kepercayaan untuk menentukan titik-titik saluran irigasi yang menjadi sasaran pembangunan dan melaksanakan pembangunan saluran irigasi. Dengan adanya program ini memang dirasa oleh petani sangat menguntungkan, karena ada banayk manfaat yang ditimbulkan dengan adanya program ini, diantaranya yaitu :
1.      Air tersedia di lahan.
2.      Produksi jauh meningkat.
3.      Terjalinnya hubungan yang baik antar petani dalam satu kawasan desa.
4.      Mengurangi tingkat kemungkinan korupsi oleh pihak pemerintah.
5.      Mengurangi dana yang seharusnya dikeluarkan pemerintah.
Kelemahan dari program ini adalah masih memiliki batasan-batasan tertentu yang menjadi syarat bagi desa yang akan mendapatkan bantuan dana untuk pembuatan dan perbaikan system irigasi bagi desa mereka. Diantara syarat tersebut tentunya membuat beberapa desa atau daerah yang sebenarnya sangat membutuhkan bantuan dana tersebut harus terpaksa rela menghilangkan harapannya akan ketersediaan air di sawahnya. Pemerintah mensyaratakan bagi dresa yag akan menerima bantuannya adalah : Desa yang memiliki irigasi kecil yang luasnya kurang dari 1.000 hektare. Namun menanggapai masalah tersebut memang pemerintah sudah merevisi aturannya yaitu menjadi : cakupan kriteria desa yang bisa mengakses program tersebut berkembang. Payung hukum program percepatan itu ialah Keputusan Menteri PU No 328/2013 tentang Pelaksanaan P4 ISDA IK. Aturan itu juga diperbarui dengan Keputusan Menteri PU 396/2013, yang juga menetapkan jumlah desa penerima P4 ISDA IK bertambah, dari 4.000 desa menjadi 5.010 desa. Sejumlah kriteria pun ditetapkan, salah satunya desa yang bersangkutan harus memiliki irigasi dengan luas di atas 1.000 hektare dan 3.000 hektare pada saluran irigasi sekunder. Program juga bisa digelar di daerah rawa yang potensial untuk pengembangan tanaman padi, serta daerah tadah hujan yang ke depannya bisa dijadikan lahan irigasi.

Dengan adanya program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Irigasi Kecil (P4-ISDA-IK) ini diharapkan mampu memperbaiki sistem di indonesia ini. System ini sudah membawa setidaknya sedikit perbaikan terhadap system irigasi di Indonesia ini. Yang terpenting adalah melalui program ini maka pikiran ataupun paradigma tentang pentingnya air dan irigasi di lahan itu sangat penting telah meningkat.


IV.             PENUTUP
A.           Kesimpulan
            Adapun kesimpulan yang didapat dari pembahasan makalah tentang system irigasi di Indonesia ini  adalah :
1.      Irigasi memang sangat penting bagi lahan yang kurang ketersediaan airnya.
2.      Sistem irigasi di Indonesia ini pernah diabaikan, selama periode sebelum era orde baru.
3.      Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Irigasi Kecil (P4-ISDA-IK) adalah solusi atas jawaban permasalahan kurangnya minat petani menanam padi karena ketersediaan air sawah.
4.      System irigasi di Indonesia masih sangat minim jika dibandingkan dengan system irigasi di Negara-negara maju.
5.      Pertanian di Indonesia masih kurang mendapatkan perhatian pemerintah.

B.            Saran
System irigasi di Indonesia ini memang sudah mulai diusahakan, namun masih sangat jarang dan minim sekali aplikasinya baik dari pemerintah maupun petani itu sendiri padahal Indonesia adalah Negara agraris dengan makanan pokok adalah beras. Situasi dan fakta seperti itulah yang seharusnya menumbuhkan dan menyadarkan betapa pentingnya system irigasi yang baik di sawah ataupun lahan pertanian. Kemajuan dengan program-program untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan dari pemerintahlah yang menjadi harapan terbesar para petani di negeri yang kaya ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ardi.  2013.  Hasil Besar Dari Irgasi Kecil. Koran harian media Indonesia : Jakarta.
Acmadi, M. 2013. Irigasi di Indonesia. Media press : Yogyakarta.

Eko, Rusdianto. 2013. Perlu Sistem Irigasi yang Layak. Majalah GATRA : Bandung.

Kholid, M. 2009. Krisis Air sawah Indonesia. Grafindo Media Utama. Yogyakarta.
Racmad, nur. 2009. Irigasi Dan Tata Guna Lahan. Pt Gramedia : Jakarta.
Teristi, ardi, 2013. Mengatur Air Terus Mengalir. Koran harian media Indonesia : Jakarta.