Sistem Pengelolaan Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) Pada Tanaman Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg)

Posted by Unknown on 7:45 PM with No comments


Sistem Pengelolaan Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) Pada Tanaman Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg)
Sardianto*
*Mahasiswa Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya
Jl Raya Palembang-Prabumulih, KM 32, Indralaya (OI) 30662, Indonesia
Sardianto@student.unsi.ac.id

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Tanaman karet (Hevea brasilliensis) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Oleh sebab itu upaya peningkatan produktifitas usahatani karet (Hevea brasilliensis) terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidayanya. Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand. Lebih dari setengah karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet alami masih diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer.

Pengelolaan perkebunan karet sering mengalami kendala, antara lain masalah Organisme pengganggu Tanaman (OPT) terutama masalah penyakit. Hampir seluruh bagian tanaman karet menjadi sasaran infeksi dari sejumlah penyakit tanaman, mulai dari jamur akar, penyakit bidang sadap, jamur upas sampai pada penyakit gugur daun. Penyakit karet telah mengakibatkan kerugian ekonomis dalam jumlah miliaran rupiah karena tidak hanya kehilangan produksi akibat kerusakan tanaman tetapi juga mahalnya biaya yang diperlukan dalam pengendaliannya. Salah satu penyakit yang perlu diperhatikan adalah penyakit jamur akar putih  yang sering menyerang dan menyebabkan kematian pada tanaman karet.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa memang tanaman karet sangat dianjurkan untuk dikembangkan secara lebih baik lagi mengenai bagaimana sistem pengelolaan perkebunan karet yang baik dan benar dengan memperhatikan usaha pencegahan dan pengendalian serangan hama dan penyakit tanaman.

1.2.  Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami bagaimana sistem pengelolaan penyakit jamur akar putih (JAP) pada tanaman karet.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Tanaman Karet
2.1.1.      Sistematika Karet
Adapun sistematika tanaman karet menurut Ashari (2010) adalah :
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Spermatophyta
Sub divisi        : Angiospermae
Class                : Dicotyledoneae
Sub class         : Tricoccae
Ordo                : Euphorbiales
Familli             : Euphorbiaceae
Genus              : Hevea
Spesies            : Hevea brasilliensis Muell Arg.
2.1.2.      Morfologi
Tanaman karet merupakan pohon dengan ketinggiannya dapat mencapai 30 - 40 m. Sistem perakarannya padat/kompak akar tunggangnya dapat menghujam tanah hingga kedalaman 1 - 2 m, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m. Batangya bulat/silindris, kulit kayunya halus, rata, berwarna pucat hingga kecoklatan, sedikit bergabus ( Syarif, 2008).
Daun karet berwarna hijau dan ditopang oleh tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama antara 3-20 cm, sedangkan tangkai anak daunnya antara 3-10 cm. Pada setiap helai daun karet biasanya terdapat tiga helai anak daun. Pada ujung anak daun terdapat kelenjar. Pada musim kemarau daun menjadi kuning atau merah (Anwar, 2001).
Pada satu karangan bunga (inflorensia) pada umumnya terdapat 3-15 malai. Bunga betina dalam satu malai bervariasi antara 0-30 bunga, umumnya 4-6 bunga betina terbentuk di ujung sumbu-sumbu malai. Jumlah bunga dalan satu pohon bervariasi pada keaadan pembungaan yang cukup baik, jumlah bunga betina dapat mencapai 6000 - 8000 bunga per pohon. Bunga jantan terdapat pada bagian bawah malai dan ukurannya lebih kecil, sedangkan bunga betina ukurannya lebih besar dari pada bunga jantan dan berbentuk bulat (bundar). Jumlah bunga jantan dalam satu pohon dapat mencapai 60-70 kali lebih banyak dari bunga betina. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi, jumlah biji biasanya tiga, kadang enam, sesuai dengan  jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya cokelat kehitaman dengan bercak - bercak berpola yang khas (Sardjono, 2009).
2.1.3.      Syarat Tumbuh
2.1.3.1.     Iklim
Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah penanaman Indonesia adalah Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan, terletak pada zona antara 6 LU dan 6 LS. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari 2500 mm/tahun, optimal antara 2500 - 4000 mm/ tahun, yang terbagi dalam 100-150 hari hujan. Kegiatan tempat untuk pertumbuhan tanaman karet adaah 0 - 600 mdpl, dan optimal pada ketinggian 200 m dpl. Setiap kenaikan 100 m maka matang sadap lebih lambat 6 bulan. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman karet adalah 20-30 C dengan kelembapan 75-95 % dan kecepatan angin tidak terlalu kencang karena dapat mengakibatkan batang atau pohon tumbang (Setiamidjaja, 2007).
2.1.3.2.     Tanah
Tanaman karet tumbuh pada jenis tanah misalnya tanah vulkanis umumnya memiliki sifat yang cukup baik, terlihat dari struktur, tekstur, solum, kedalam air tanah tanah, aerasi dan drainase tetapi sifat kimianya kurang baik karena kandungan rendah. Sedangkan tanah aluvial cukup subur tetapi sifat fisik terutama aerase dan drainase kurang baik sehingga pembuatan saluran drainase akan memperbaiki sifat fisik tanah. Reaksi tanah yang umumnya pH 3-8 dibawah 3 atau 8 akan menyebabkan pertumbuhan tanaman karet terhambat (Setyamidjaja, 2007).
2.2. Penyakit Jamur Akar Putih
2.2.1. Deskripsi Penyakit Jamur Akar Putih (Jap)
Penyakit Jamur Akar Putih disebabkan oleh Rigidoporus lignosus atau R. microporus yang menyerang akar tunggang maupun akar lateral. Penyakit ini dapat mengakibatkan kematian tanaman dengan intensitas yang sangat tinggi terutama pada tanaman karetyang berumur 2-4 tahun. Serangan dapat terjadi mulai pada pembibitan, tanaman belum menghasilkan (TBM) sampai tanaman menghasikan (TM). Penyakit akar putih sering dijumpai pada tanaman karet umur 1-5 tahun terutama pada tanaman yang bersemak, banyak tunggul, sisa akar, dan pada tanah gembur atau berpasir. Jamur kadang-kadang menbentuk badan buah mirip topi bewarna jingga kekuning-kuningan pada pangkal tanaman. Spora dapat juga disebarkan oleh angin yang jatuh di tunggul dan sisa kayu akan tumbuh membentuk koloni. Umumnya penyakit akar terjadi pada pertanaman bekas hutan atau tanaman, karena banyak tunggul dan sisa-sisa akar sakit dari tanaman sebelumnya yang tertinggal di dalam tanah yang menjadi sumber penyakit.
2.2.2. Gejala
Semakin tua tanaman umumnya semakin tahan terhadap penyakit ini. Gejala serangan jamur akar putih berupa:
1.        Tingkat permulaan
·       Daun-daun menjadi kusam (tidak mengkilat) dan agak menggulung ke atas. Tanda-tanda khas ini bisa tampak jelas bila pengamatan kita membelakangi sinar matahari.
·       Pada tingkat permulaan ini, akar-akar lateral dan sebagian akar tunggang serta leher akar masih terserang ringan. Pada perlukaan akar baru terdapat benang-benang jamur (rhizomorfa) berwarna putih kekuning-kuningan.
·       Benang-benang jamur akar putih mudah dibedakan dengan jamur akar merah. Benang-benang jamur akar putih dalam keadaan basah maupun kering tetap berwarna putih, sedangkan benang-benang jamur akar merah (Ganoderma pseudoferrum) dalam keadaan basah berubah warna menjadi merah.
2.        Tingkat kritis
·       Daun-daun layu dan mulai menguning.
·       Benang-benang jamur telah mulai menembus kulit akar yang mengakibatkan pembusukan-pembusukan setempat pada kulit akar.
·       Kadang-kadang pohon masih bisa ditolong dengan usaha-usaha pemberantasan atau pengobatan yang intensif.
3.        Tingkat lanjut
·       Daun-daun mengering dan tetap menggantung pada pohon. Demikian pula ranting-ranting dan cabang-cabang mulai mengering. Daun-daun kemudian berguguran dan tanman pada akhirnya mati.
·       Pada pohon karet yang terserang perakarannya sudah busuk dan mati. Pohon yang demikian harus dibongkar untuk mencegah penularan lebih lanjut.
2.2.3. Penularan dan Perkembangan Jamur Akar Putih
Penyakit jamur akar putih yang disebabkan oleh jamur Rigidoporus lignosus termasuk katagori jamur yang bersifat parasit fakultatif, yang berarti bahwa patogen tersebut tidak dapat bertahan lama tanpa adanya sumber makanan. Hal ini menunjukkan bahwa timbulnya penyakit JAP sangat ditentukan oleh adanya sisa-sisa akar/tunggul tanaman sebelumnya di dalam kebun. Sumber penyakit JAP lainnya yang tidak dapat dikesampingkan adalah penggunaan bibit sakit akibat seleksi bibit tidak dilakukan dengan cermat atau karena tenaga seleksi yang tidak terampil. Disamping itu spora yang dihasilkan dari tubuh buah jamur dapat menjadi sumber infeksi melalui media perantara berupa tunggul-tunggul/akar di dalam kebun. Spora jamur akan berkecambah apabila jatuh pada penampang tunggul segar kemudian rhizomorf menuju ke akar bawah tunggul yang selanjutnya menjadi sumber infeksi bagi tanaman di sekitarnya.
Penyebaran JAP yang paling dominan terutama melalui kontak akar. Apabila akar-akar tanaman sehat telah saling bersinggungan dengan akar yang terinfeksi, maka rhizomorf JAP akan menjalar ke akar sehat menuju ke leher akar dan selanjutnya rhizomorf akan menjalar ke akar-akar samping lainnya. Pohon yang telah terinfeksi akan bertindak sebagai sumber infeksi bagi tanaman lainnya. Hal ini menyebabkan pertanaman karet yang terserang JAP cenderung mengelompok yang makin lama makin luas. Berdasarkan pada tingkat perkembangannya, serangan JAP di kebun dapat dikelompokkan ke dalam beberapa  fase:
1.        Belum ditemukan rizomorf atau miselium JAP pada permukaan akar,
2.        Rizomorf atau miselium melekat pada permukaan leher akar,
3.        Infeksi JAP telah menimbulkan kerusakan pada jaringan kulit,
4.        Infeksi JAP telah menimbulkan kerusakan pada jaringan kayu,
5.        Infeksi JAP telah mematikan tanaman.
BAB 3
PEMBAHASAN

Penyakit jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh patogen Rigidoporus microporus merupakan penyakit penting di perkebunan karet karena sering mengakibatkan kematian tanaman dan biaya pengendaliannya relatif mahal. Oleh karena itu dibutuhkan manajemen yang baik dalam usaha budidaya tanaman karet. Inti dari manajemen hama dalam kegiatan budidaya tanaman adalah mencegah agar jangan sampai tanaman yang dibudidayakan terserang oleh hama dan penyakit tanaman. Begitupun pada tanaman karet, manajemen yang baik adalah mencegah agar tanaman karet yang dibudidayakan agar jangan sampai terserang hama dan penyakit yang dalam hal ini adalah penyakit JAP. Dalam budidaya karet menjaga agar tanaman tidak terserang JAP bisa dilakukan dengan tindakan pencegahan dan pengendalian.
3.1. Pencegahan
Tindakan pencegahan agar tanaman karet tidak terserang JAP adalah dengan memperhatikan dan melakukan kegiatan budidaya yang baik mulai dari persiapan lahan tanaman karet. Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan dalam budidaya karet dengan sistem pencegahan penyakit JAP.
3.1.1.      Secara Kultur Teknis
Pencegahan secara kultur teknis dapat dilakukan melalui beberapa tindakan diantaranya pengolahan tanah, seleksi bibit, pemeliharaan tanaman dan penanaman kacangan penutup tanah.
3.1.1.1.     Memilih Lahan
Pada prinsipnya ini adalah memilih lahan yang tidak mengandung penyebab penyakit atau dikatakan juga “Non-Infested Soil”, atau Non-Infested Area artinya tanah atau areal yang bebas dari infeksi dari infeksi dari pathogen penyebab penyakit. Pemilihan lahan secara geografis bertujuan memilih lahan untuk menumbuhkan atau menanam suatu tanaman yang memenuhi persyaratan tumbuh yang baik terutama tanah dan iklim atau ekologinya. Baik jenis serta sifat tanahnya, topografi, kesesuaian tanah dan lain sebagainya, serta factor iklim seperti suhu, kelembapan, cahaya matahari, curah hujan, maupun tinggi tempat dari permukaan laut.
3.1.1.2.     Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah secara mekanis bertujuan untuk menghilangkan sumber infeksi, menyingkirkan tunggul dan sisa-sisa akar tanaman sebelumnya yang dapat menjadi sumber infeksi atau menekan R0. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kenyataan bahwa akar karet berdiameter 1 cm dengan panjang 4 cm cukup untuk menjamin ketersediaan makanan R. lignosus hingga kurang lebih 4 bulan pada tanah tanpa penutup kacangan (Sinulingga, 1987) dan 3 bulan pada penutup tanah kacangan (Fox, 1970). Oleh sebab itu disamping tunggul, akar-akar lateral perlu dimusnahkan.
3.1.1.3.     Seleksi Bibit
Seleksi bibit sebagai bahan tanam merupakan pekerjaan penting yang harus dilakukan, namun pada kenyataannya hal itu selalu diremehkan bahkan diabaikan, sehingga setelah satu tahun bahkan enam bulan ditanam di lapangan banyak tanaman yang mati disebabkan oleh JAP. Hal ini membuktikan bahwa bibit tersebut telah terinfeksi oleh JAP sebelum dipindahkan ke lapangan. Sebagai akibatnya bukan saja biaya pemeliharaan meningkat akan tetapi penyiapan pohon untuk penyisipan selalu menjadi kendala (tidak tersedia).
3.1.1.4.     Penanaman Kacangan Penutup Tanah
Pada tahun 1960-an, perkebunan karet dianjutkan agar bebas dari persaingan sehingga tanpa ada gulma di sekitar tanaman. Tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa secara jangka panjang cara tersebut berdampak negatif terutama terjadi erosi akibat hujan. Oleh karena itu kebijaksanaan yang ditempuh dewasa ini adalah membangun kacangan sebagai penutup tanah pada tanaman TBM atau lebih dianjurkan sebelum tanaman karet ditanam. Hasil penelitian kacangan sebagai penutup tanah menunjukkan bahwa tanaman kacangan ternyata dapat mengurangi tingkat serangan JAP. Hal ini disebabkan penutup tanah kacangan dismaping dapat mempercepat pembusukan sisa-sisa akar juga mendorong atau meningkatkan mikroba tanah seperti Actinomycetes atau jamur-jamur lain yang bersifat antagonis terhadap Rigidoporus lignosus.

3.1.1.5.     Pertanaman Campuran
Pertanaman campuran dapat menekan kerugian akibat serangan penyakit, karena pathogen yang sama tidak dapat menyerang kedua macam tanaman tersebut, yang berada didalam pertanaman campuran tadi. Akhirnya salah satu tanaman menjadi aman, apabila jenis tanaman lainya didalam pertanaman campuran itu terserang hebat atau berat. Contohnya yaitu di sekitar tanaman muda yang berumur kurang dari 2 tahun ditanami tanaman antagonis antara lain Lidah mertua, Kunyit dan Lengkuas.
3.1.1.6.     Penyiangan atau Pengendalian Gulma
Pada waktu pengerjaan tanah serta pembersihan rumput-rumput atau gulma pada areal tanaman, secara tidak sengaja kita langsung membantu penyebaran inokulum penyakit atau penyebaran inokulum penyakit penyakit atau penyebaran penyakitnya sendiri, missal penyakit mosaic [pada tembakau.
3.1.2.      Secara Biologi
Sebelum penanaman, lubang tanam ditaburi biakan jamur  Trichoderma harzianum yang telah dicampur dengan kompos sebanyak 200 gram per lubang tanam (1 kg T. harzianum dicampur dengan 50 kg kompos/pupuk kandang).
3.1.3.      Secara  Kimiawi
Pada areal yang rawan jamur akar putih, yaitu lahan yang terdapat banyak tunggul, tanah gembur dan lembab sebaiknya pada radius 30-100 cm di sekeliling tanaman (seluas tajuk tanaman) dilakukan penaburan 100-150 gram serbuk belerang yang dibenamkan ke dalam tanah dengan menggunakan garpu. Kegiatan ini diulang setiap 6 sampai 12 bulan sampai tanaman karet berumur 6 tahun. Sebagai pengganti belerang dapat digunakan pupuk Ammonium Sulfat (ZA) sesuai dosis anjuran dengan cara ditaburkan di sekitar tanaman.
3.1.4.      Secara Fisik atau Sanitasi
Sanitasi, termasuk semua tindakan yang ditujukan untuk mengeliminir atau meniadakan serta mengurangi jumlah pathogen yang ada didalam suatu lapangan pertanama, termasuk juga mungkin digudang penyimpanan. Dalam pratiknya khusus sanitasi yang berhasil dilakukan antara lan adalah:
·           Pembongkaran atau pemusnahan tunggul akar tanaman.
·           Cabang/ranting yang telah mati dipotong dan dimusnahkan.
·           Membinasakan sisa-sisa tanaman yang sakit
·           Mencegah pemakaiaan pupuk kompos atau pupuk kandang yang mengandung penyebab penyakit (pathogen)
·           Desinfestasi tanah dengan pemanasan
·           Desinfektasi tanah dengan pestisida
·           Membuang tanaman yang sakit
·           Meniadakan tanaman inang penganti dan gulma sebagai inang

3.1.5.      Cara Lain
Ada beberapa cara lainnya yang bisa dilakukan sebgai upaya pencegahan serangan JAP, yaitu:
·           Pemupukan yang rutin agar tanaman sehat.
·           Pengaturan jarak tanam jangan terlalu rapat
·           Menanam klon yang tahan seperti BPM 107, PB 260, PB 330, AVROS 2037, PBM 109, IRR 104, PB 217, PB 340, PBM 1, PR 261, dan RRIC 100, IRR 5, IRR 39, IRR 42, IRR 112 dan IRR 118.
·           Penambahan bahan organic ke dalam tanah.

3.2.      Pengendalian Penyakit Jamur Akar Putih
Usaha ini dilakukan apabila tanaman karet diketahui telah terserang jamur akar putih. Hal ini dapat diketahui dengan melihat adanya gejala serangan dari penyakit JAP ini.
3.2.1.      Pengendalian Fisik atau Mekanis
3.2.1.1.  Membinasakan Tanaman yang Sakit
Membinasakan tanamn yang sakit, segera setelah gejalanya tampak, dapat mengurangi sumber infeksi bagi tanaman lainnya yang masih sehat: berarti menghambat meluasnya penyakit.
3.2.1.2.  Menghilangkan Bagian-Bagian Tanaman yang Sakit
Sebenarnya tak banyak berbeda dengan memusnahkan tanaman yang sakit, hanya disini sebagian saja dari tanaman yang memperlihatkan gejala itu yang dimusnahkan atau dibuang.
3.2.1.3.  Membongkar Tanaman Inang Pengganti lainnya
Banyak penyebab penyakit yang dapat mempertahankan diri pada tanaman inang penganti lainnya, baik yang ditanam maupun yang tumbuh liar.

3.2.2.      Pengendalian Biologi
Pengendalian biologis adalah pengendalian dengan memanfaatkan peran dari mikroba antagonis contohya yaitu Trichoderma sp. Salah satu contoh produk biofungisida yang mengandung mikroba antagonis tersebut adalah Biofungisida TRIKO plus. Fungisida ini mengandung dua agensia yang bersifat antagonis terhadap JAP dan bersifat dekomposisi dapat digunakan sejak awal, mulai dari pencampuran tanah pengisi lubang tanam pada saat menanam kemudian diikuti dengan penaburan di sekeliling pohon sejak tanaman berumur 6 bulan di lapangan. TRIKO Plus ditabur di sekeliling pangkal pohon hingga radius 50 cm dengan interval 6 bulan selama TBM minimal 6 kali tergantung banyaknya sumber infeksi di lapangan.
3.2.3.      Pengendalian Kimiawi
Pengendalian penyakit JAP secara kimiawi merupakan tindakan yang dilakukan pada tanaman sakit dengan penggunaan bahan kimia. Cara pengendalian ini dilakukan dengan tiga metode.
3.2.3.1.  Cara Pelumasan
Bagi pohon karet yang mengalami infeksi berat aplikasi fungisida dianjurkan dengan cara pelumasan dengan membuka leher akar terlebih dahulu. Cara pelumasan ini dapat digunakan fungisida Bayleton 250 EC yang dicampur dengan kaolin dan Agristick. Bahan campuran ini mudah diaplikasikan sehingga dalam pelaksanaannya tidak mengalami kesulitan. Beberapa fungisida lainnya adalah Calixin CP, Fomac 2, Shell CP dan Ingro Pasta 20 PA.
3.2.3.2. Cara Pembenaman
Dilakukan pada saat serangan dini dan dilaksanakan setiap enam bulan sekali. Pengobatan dilakukan dengan cara menggali tanah pada daerah leher akar, kemudian leher akar diolesi dengan fungisida dan tanah ditutup kembali dengan tanah 2-3 hari setelah aplikasi. Beberapa contoh bahan kimia yang digunakan adalah Belerang, Bayfidan 3G, Anjap P, Biotri P dan Triko SP+.
3.2.3.3.  Cara Penyiraman atau Penyemprotan
Menggunakan bahan fungisida Collar Protectant (CP) dengan bahan aktif Penta Chloro Nitro Benzene (PCNB) seperti Fomac 2, Ingropasta, Shell Collar Protectant dan fungisida Tridemorf (Calixin CP), Alto 100SL, Anvil 50 SC, Bayfidan 250 EC, Bayleton 250 EC, Sumiate 12.5 WP, Tilt 250 EC dan Calixin 750 EC.
3.3.      Contoh Pengendalian Penyakit Jamur Akar Putih
Berikut ini dijelaskan contoh tindakan pengendalian penyakit jamur akar putih pada tanaman karet:
a)        pada serangan ringan masih dapat diselamatkkan dengan cara membuka perakaran, dengan membuat lubang tanam 30 cm disekitar leher akar dengan kedalaman sesuai serangan jamur,
b)        permukaan akar yang ditumbuhi jamur dikerok dengan alat yang tidak melukai akar. bagian akar yang busuk dipotong dan dibakar. bekas kerokan dan potongan diberi ter kemudian seluruh permukaan akar dioles dengan fungisida yang direkomendasikan,
c)        setelah luka mengering, seluruh perakaran ditutup kembali dengan tanah,
d)       empat tanaman di sekitar tanaman yang sakit ditaburi dengan t. harzianum dan pupuk,
e)        tanaman yang telah diobati diperiksa kembali 6 bulan setelah pengolesan dengan membuka perakaran, apabila masih terdapat benang jamur maka dikerok dan dioles dengan fungisida kembali,
f)         pengolesan dan penyiraman akar dengan fungsida dilakukan setiap 6 bulan sampai tanaman sehat,
g)        tanaman yang terserang berat atau telah mati/tumbang harus segera dibongkar, bagian pangkal batang dan akarnya dikubur diluar areal pertanaman, menggunakan wadah agar tanah yang terikut tidak tercecer di dalam kebun,
h)        bekas lubang dan 4 tanaman di sekitarnya ditaburi 200 gram campuran trichoderma sp. dengan pupuk kandang 200 gr per lubang atau tanaman.


BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah:
1.        sistem pengelolaan penyakit jamur akar putih pada tanaman karet terdiri dari usaha pencegahan dan pengendalian,
2.        dalam usaha pencegahan ada banyak hal yang dilakukan mulai dari persiapan lahan sampai pada pemeliharaan tanaman karet, intinya adalah mencegah agar sumber penyakit tidak bisa hidup di ekosistem karet.
3.        cara pengendalian dilakukan dengan mengusahakan agar penyakit tidak menyebar ke tanaman yang belum terserang ataupun memusnahkan tanaman atau bagian tanaman yang sudah terserang.

4.2. Saran
Ada banyak cara yang dapat dilakukan dalam usaha pengelolaan penyakit jamur akar putih pada tanaman karet. Dari banyak cara tersebut hal yang paling penting harus diutamakan adalah saat tahap pencegahan. Hal tersebut menjadi sangat penting karena jenis penyakit JAP ini adalah jenis penyakit yang sangat mematikan dan memang dalam pengendaliannya membutuhkan biaya yang relatif mahal.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar. 2001. Managemen Tanaman Karet. Sapta Bina Usahatani Karet  Rakyat. Balai Penelitian sembawa, Pusat Penelitian karet. (online)

Boerhendhy. 2003. Teknik pemancangan ajir. Pembangunan Batang Bawah. Sapta            Bina Usahatani Karet  Rakyat. Balai Penelitian sembawa, Pusat Penelitian      Karet. (online)

Budi, M., Rachmad Nur M. dan Subir Sen. 2008. Pembangunan Kebun Wanatani berbasis Karet Klonal. World   Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia Regional Office. (online)

Karyudi, R. Azwar, Sumannadji, Istianto, I. Suhendry, M. Supriadi, C. Nancy, Sugiharto, Sudiharto, dan U. Junaidi. 2001. Analisis biaya produksi dan strategi peningkatan daya saing perkebunan karet nasional. Warta Pusat Penelitian Karet 20(1): 1-24. (online)

Prasetyo, S,. Nur Kholik,. dan Hanifah. 2011. Penuntun praktikum Budidaya Tanaman Tahunan. Laboratorium  Agronomi UNIB, Bengkulu. (online)

Wibawa, G., Boutin, D., dan Budiman, A. 2000. Alternatif Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat dengan Pola Wanatani. Proceeding lokakarya dan ekspose teknologi perkebunan. Buku I. Model peremajaan karet rakyat secara     swadaya. AP2I. (online)

Yusran, A.A. 2011. Teknik Perbanyakan Tanaman Karet. Balai Penelitian Tanaman Karet. Jakarta. (online)

Yana, M. 2011. Managemen Tanaman Karet. Sapta Bina Usahatani Karet  Rakyat.    Balai  Penelitian sembawa, Pusat Penelitian karet. (online)